JUDUL PRAKTIKUM
“Identifikasi kandungan cairan infus secara kualitatif”
TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun
tujuan praktikum kali ini antara lain adalah mengidentifikasi lemak dengan
menggunakan uji kelarutan dan emulsi, pembentukan akrolein, dan larutan
Cu(OH)2, serta uji kuantitatif menggunakan penentuan angka peroksida.
METODE PRAKTIKUM
A.
Alat Praktikum
Alat-alat
yang digunakan pada praktikum ini adalah:
- Tabung reaksi
- Rak tabung
reaksi
- Pipet tetes
- Gelas ukur
- Gelas beker
- lampu spritus
- Stopwatch
- Penjepit
tabung reaksi
- Tissue
B.
Bahan Praktikum
Bahan-bahan
yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. cairan infus
2. pereaksi Molisch
3. larutan asam sulfat pekat
4. larutan 0,1M glukosa
5. larutan sukrosa
6. larutan fruktosa
7. larutan kanji 1%
8. larutan maltosa
9. larutan CuSO4 5%
10. larutan NaOH 10%
11. gliserol
12. larutan Benedict
13. pereaksi Seliwanoff
14. perak nitrat 5%
15. larutan NaOH
16. larutan ammonium hidroksida
C.
Cara Kerja Praktikum
·
menyiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum.
·
memasukkan
cairan infus ke dalam gelas ukur.
·
melakukan
percobaan dimulai dari uji Molisch, uji Tommer, Benedict, Barfoed, Seliwanoff,
dan uji Tollens.
a.
Uji Molisch
1. memasukkan 2ml cairan infus ke dalam
tabung reaksi.
2. menambahkan 2 tetes pereaksi Molisch, dan
mencampurnya dengan benar.
3. memiringkan tabung dan mengalirkan dengan
hati-hati 2ml asam sulfat melalui dinding tabung sehingga tidak bercampur.
4. mengamati perubahan yang terjadi, reakso
positif ditandai dengan pembentukan cincin berwarna ungu pada batas antara
kedua lapisan cairan.
5. melakukan tes yang sama (perlakuan yang
sama) seperti di atas nemun cairan infus diganti dengan larutan 0,1M glukosa,
sukrosa, fruktosa, maltosa, dan larutan kanji 1% pada masing-masinng tabung
reaksi.
b.
Uji Tommer
1. memasukkan masing-masing 2ml cairan infus
ke dalam 2 tabung reaksi.
2. menambahkan masing-masing 2ml gliserol dan
2ml cairan infus.
3. menambahkan masing-masing tabung reaksi
dengan 2 tetes larutan CuSO4 5% dan 4 tetes larutan NaOH 10%.
4. memanaskan kesua tabung tersebut.
5. mengamati perubahan yang terjadi, pada
tabung yang berisi glukosa akan terbentuk endapan merah atau kunning sedangkan
yang berisi gliserol tidak mengalami perubahan.
c.
Reaksi Benedict
1. memasukkan 1ml larutan Benedict ke dalam
tabung reaksi.
2. menambahkan 4 tetes larutan yang akan
diperiksa (cairan infus).
3. mencampurkan dan mendidihkan selama 2
menit, kemudian dinginkan.
4. mengamati perubahan yang terjadi, endapan
warna hijau, kuning, atau merah menandakan reaksi positif. Namun perubahan
warna saja tidak berarti positif.
5. melakukan percobaan kembali dengan larutan
0,1M g;ukosa, fruktosa, sukrosa,
laktosa, dan larutan kanji 1%.
d.
Reaksi Barfoed
1. memasukkan 1ml larutan Barfoed dan 1ml
larutan yang akan di uji.
2. memanaskan ke dalam air mendidih selama 3
menit.
3. mendinginkan dalam air selama 2 menit.
4. menambahkan 1ml pereaksi warna
fosfolibdat.
5. mengamati perubahan warna yang terjadi,
warna biru tua menunjukkan adanya monosakarida atau disakarida dalam jumlah
yang sangat berlebihan.
6. melakukan percobaan kembali dengan larutan
0,01M fruktosa sukrosa dan glukosa.
e.
Reaksi Seliwanoff
1. memasukkan 0,5ml larutan yang akan
diperiksa ke dalam tabung reaksi.
2. menambahkan 5ml pereaksi Seliwanoff.
3. mencampurkan dan mendidihkan selama 30
detik.
4. mengamati perubahan warna yang terjadi.
5. melakukan percobaan kembali dengan larutan
0,01M fruktosa, sukrosa, dan glukosa.
f.
Uji Tollens
1. memasukkan ke dalam tabung reaksi 1 ml
perak nitrat 5%, 2 tetes NaOH dan ammonium hidroksida encer tetes demi tetes
sambil digoyangkan agar endapan perk oksida dapat larut.
2. menambahkan 1ml cairan infus.
3. menyumbat tabung dan mengocok beberapa
saat, mendiamkan kira-kira 10 menit.
4. mengamati cincin perak yang terjadi pada
dinding tabung.
5. melakukan percobaan kembali dengan larutan
0,01M fruktosa, sukrosa dan galaktosa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Praktikum
Dari
beberapa uji yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut.
Uji
|
Glukosa
|
Fruktosa
|
Sukrosa
|
Pati
|
Laktosa
|
Gliserol
|
Cairan Infus 10%
|
Molisch
|
+
|
+
|
+
|
+
|
+
|
||
Tommer
|
+
|
-
|
+
|
||||
Benedict
|
+
|
+
|
-
|
-
|
+
|
+
|
|
Barfoed
|
|||||||
Seliwanoff
|
-
|
+
|
+
|
-
|
|||
Tollens
|
+
|
+
|
+
|
-
|
+
|
Keterangan :
|
(+) =
Reaksi positif
(-) =
Reaksi negatif
1.
Untuk uji molisch, reaksi
positif jika terbentuk cincin berwarna ungu.
2.
Untuk uji tommer, reaksi
positif jika terbentuk endapan berwarna merah atau kuning.
3.
Untuk uji benedict, reaksi
positif jika terbentuk endapan berwarna merah, kuning atau hijau.
4.
Untuk uji seliwanoff, reaksi
positif jika terjadi perubahan warna larutan menjadi merah anggur.
5.
Untuk uji tollens, reaksi
positif jika terbentuk cincin perak pada dinding tabung.
B. Pembahasan
1.
Uji Molisch
Uji molisch adalah uji pertama
yang dilakukan. Pereaksi molisch merupakan larutan alpha-naftol yang ada dalam
5% etanol.. Dalam uji ini digunakan asam kuat H2SO4 untuk
memberikan suasana asam. Prinsip dasar dari reaksi molisch adalah ikatan
glikosida pada karbohidrat akan terhidrolisis oleh H2SO4 (pekat)
menghasilkan monosakarida yang kemudian membentuk furfural yang berikatan
dengan alpha nafthol sehingga membuat cincin ungu. 1
Pada reaksi Molisch berlaku untuk setiap macam
karbohidrat baik dalam keadan bebas ataupun terikat oleh karena itu uji Molisch biasanya digunakan sebagai
identifikasi awal dari karbohidrat.
Dasar reaksi dari Molisch adalah pembentukan furfural atau turunannya
disebabkan daya dehidrasi asam pekat terhadap karbohidrat.
Pada tabel
terlihat bahwa glukosa, fruktosa, sukrosa, menghasilkan reaksi yang positif yang ditandai dengan
terbentuknya cincin berwarna ungu akibat adanya reaksi antara alfa- naftol
dengan furfural pada batas kedua cairan tersebut. Berikut ini merupakan
reaksi umumnya :
CHO
|
|
|
CHOH
CH2OH
Furfural 3
Pentosa
Berdasarkan hasil
percobaan, didapatkan bahwa semua bahan yang diuji memberikan hasil positif
yaitu dengan terbentuknya cincin berwarna ungu. Jadi, uji molisch akan
memberikan reaksi positif pada larutan glukosa,fruktosa, sukrosa, laktosa, pati
dan cairan infus.
Jika dilihat dari jenis
bahan yang diujikan, maka semua bahan mewakili semua jenis karbohidrat, baik
itu monosakarida (glukosa, fruktosa), disakarida (sukrosa) atau polisakarida (
pati ). Sehingga dapat dikatakan bahwa uji molisch merupakan uji pertama yang
dilakukan untuk menentukan apakah suatu zat mengandung karbohidrat atau tidak.
Cairan infus yang diuji juga memberikan reaksi positif, berarti di dalam cairan
infus terkandung karbohidrat. Akan tetapi, uji molisch tidak dapat
mengidentfikasi jenis karbohidrat secara lebih spesifik lagi. Oleh karena
itulah, diperlukan pengujian lebih lanjut untuk menentukan jenis karbohidrat
yang terkandung.
2.
Uji Tommer
Pada uji tommer, reaksi positif ditandai dengan
terbentuknya endapan berwarna merah atau kuning. Perubahan warna ini terjadi
karena reaksi reduksi oksidasi, dimana glukosa memiliki gugus –OH laktol bebas
yang dapat mereduksi dan melarutkan Cu(OH)2 .
Uji tommer digunakan untuk membedakan karbohidrat dan
gliserol,yaitu alkohol gula trihidroksi yang mengandung banyak lemak. Uji
tommer akan memberikan reaksi positif pada glukosa dan reaksi negatif untuk
gliserol. Pada percobaan, didapatkan bahwa cairan infus memberikan reaksi
positif. Jadi, diketahui bahwa di dalam cairan infus memang terkandung
karbohidrat.
Mekanisme reaksi Tommer
:
C6H12O6
+ CuSO4 + 2 NaOH C6H12O6
+ Cu(OH)2 + Na2SO
Endapan kuning adalah pelarut Cu(OH)2 oleh
glukosa (polialkohol)
Gula dapat dibedakan
menjadi gula pereduksi dan bukan pereduksi berdasarkan reaksinya terhadap
Pereaksi Benedict, Tollens dan Fehling. Apabila gula bisa dioksidasi oleh pereaksi ini, maka gula tersebut termasuk
gula pereduksi, begitu pula sebaliknya. 1
3.
Uji Benedict
Reagen benedict yang mengandung kuprisulfat,
natrium karbonat, dan natrium sitrat digunakan pada percobaan ketiga. Prinsip
dari reaksi ini adalah redoks dimana ion Cu2+ direduksi menjadi Cu+
oleh senyawa yang bersifat sebagai pereduktor sehingga reaksi ini positif
terhadap gula pereduksi yang mengandung gugus aldehid dan ditandai dengan
adanya endapan warna merah bata. 1 Reaksi pembentukan warna pada percobaan reaksi
Benedict , sebagai berikut :
2 Cu(OH)2 dipanaskan Cu2O + H2O
+ O
Hasil positif ini ada beberapa macam. Semakin
bewarna merah bata maka semakin positif hasil yang diperoleh. Bila endapannya
sedikit dan warna yang ditimbulkan merupakan campuran sedikit merah bata dan
biru hijau, maka hasilnya dikatakan positif satu. Makin banyak endapan merahnya
maka campuran menjadi bewarna kuning, dikatakan positif dua. Bila endapan merah
batanya semakin banyak sedangkan CuSO4 hampir habis sehingga yang
terlihat adalah endapan merah batanya, maka hasilnya positif tiga. Kanji,
sukrosa, urine pria maupun wanita tidak bereaksi positif karena tidak mempunyai
gugus aldehid yang dapat mengikat OH, dan kanji merupakan polisakarida yang
memerlukan waktu yang lama untuk bereaksi karena harus dihidrolisis lebih
dahulu.
Pereaksi benedict
mengandung CuSO4, Na2CO3 serta Natrium sitrat.
Untuk memberikan reaksi positif, karbohidrat harus mengandung hemiketal yang
akan dihidrolisis dalam larutan menjadi bentuk aldehid. Pereaksi benedict
adalah larutan basa yang mengandung ion Cu2+, yang mengoksidasi
aldehid menjadi asam carboxylic. Selanjutnya, ion Cu2+ akan
direduksi menjadi endapan Cu2O yang memberikan warna merah bata. 1,11
Aldosa + 2Cu2+
+ 4OH- -----> Asam aldonat + Cu2O
+ 2H2O
Aldosa dalam lingkungan
basa akan mudah dioksidasi menjadi asam aldonat, meskipun dengan oksidator yang
sangat lemah. Oksidator yang banyak digunakan adalah ion Cu2+ (
reaksi benedict ) dan Ag+ ( reaski tollens ). Hal ini digunakan
sebagai dasar untuk menentukan adanya aldosa dalam zat yang diuji, misalnya
pada uji benedict dan tollens. 1
Uji benedict pada
percobaan, memberikan reaksi positif untuk glukosa, fruktosa dan cairan infus,
sedangkan untuk sukrosa dan pati reaksinya negatif. Glukosa dan fruktosa
merupakan gula pereduksi, sedangkan sukrosa dan pati termasuk golongan bukan
pereduksi. Cairan infus yang memberikan reaksi yang sama seperti glukosa dan
fruktosa, menunjukkan bahwa jenis gula yang terkandung dalam cairan infus
termasuk golongan gula pereduksi.
4.
Uji Tollens
Pada reaksi Tollens larutan
ion perak beramoniak direduksi oleh aldosa menjadi logam perak, sedangkan
aldosa dioksidasi menjadi asam aldonat. Ketosa
tidak dioksidasi pada reaksi ini. Reaksi
positif ditandai dengan adanya endapan
perak. Pada tabel 6, glukosa dan laktosa memberikan hasil positif karena kedua
larutan tersebut merupakan aldosa yang mampu mereduksi ion perak beramoniak
menjadi logam perak, dengan Ag sbagai oksidatornya. Reaksinya :
2AgNO3 + 2NaOH 2AgO + H2O + 2 NaNO3
Ag2O + 4NH3OH 2Ag (NH3)OH (reagen Tollens)
O
R C O
+ 2 AG(NH3)OH R C O- NH4+ +
2AgO + 3NH3 + H2O 4
Pada larutan sukrosa hasil
reaksinya negatif karena sukrosa mengandung gugus keton sekaligus bukan gula
pereduksi.
Reaksi tollens hampis
sama dengan reaksi benedict, hanya saja oksidator yang dipakai adalah ion
perak. Pereaksi tollens terdiri dari AgNO3 dan NH3. Dalam
medium basa, aldosa akan mengalami reaksi oksidasi dengan Ag+
sehingga pada akhir reaksi akan terbentuk cermin perak pada dinding tabung yang
merupakan endapan dari Ag. Reaksi tollens memberikan reaksi positif untuk semua
bahan yang diuji, kecuali pati. 1
5. Uji Barfoed
Uji selanjutnya adalah uji
Barfoed. Akan tetapi, uji ini tidak dilakukan pada praktikum karena tidak
adanya bahan. Uji Barfoed dapat digunakan untuk membedakan monosakarida dan
disakarida. Prinsip dasar reaksi dari uji barfoed merupakan hidrolisis yang
berpatokan pada waktu. Pereaksi Barfoed akan bereaksi dengan monosakarida untuk
menghasilkan Cu2O dalam waktu yang lebih cepat daripada jika
bereaksi dengan disakarida.1
RCHO + 2Cu2+
+ 2H2O -----> RCOOH + Cu2O
+ 4H+
6. Reaksi
Seliwanoff
Percobaan keempat yaitu reaksi
Seliwanoff dengan dasar reaksi ialah pembentukan 4-hidroksimetil furfural yang
bereaksi dengan resorsinol (1,3-dihidroksi benzen) membentuk suatu senyawa
berwarna merah-kejinggaan. Reaksi ini spesifik untuk ketosa. Percobaan ini
dilakukan pada glukosa, laktosa, dan sukrosa.
Dari tabel 4 terlihat bahwa reaksi positif terjadi pada sukrosa karena
sukrosa termasuk golongan ketosa. Sedangkan pada glukosa didapatkan hasil
negatif karena glukosa termasuk golongan aldosa. 1
Uji seliwanoff spesifik
untuk karbohidrat yang memiliki gugus ketosa, misalnya fruktosa dan sukrosa. Di
dalam reaksi seliwanoff terdapat pereaksi HCl dan resorcinol. Ketika zat yang
diuji dipanaskan, heksosa akan berubah menjadi senyawa metilhidroksifurfural
yang mana jika bereaksi dengan resorcinol akan memberikan warna merah seperti
anggur. Untuk monosakarida lainnya ( dalam konsentrasi yang sama ) reaksi
seliwanoff akan memberikan warna merah anggur dalam waktu yang lebih lama.1
Reaksi seliwanoff pada praktikum, memberikan
reaksi positif untuk fruktosa dan sukrosa, sedangkan untuk glukosa dan cairan
infus reaksinya negatif. Hal ini disebabkan karena fruktosa dan sukrosa
mengandung gugus keton, sedangkan glukosa tidak mengandung gugus keton tapi
gugus aldehid. Cairan infus dan glukosa memberikan reaksi yang sama, yaitu
negatif. Artinya, cairan infus tersebut sama-sama bukan golongan ketosa, tetapi
aldosa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa cairan infus tersebut memang mengandung
glukosa di dalamnya.
Karbohidrat adalah
senyawa polihidroksialdehid atau polihidroksiketon dan senyawa-senyawa yang jika dihidrolisis akan menghasilkan
polihidroksi tersebut. 12,3
Karbohidrat di alam terdapat
dalam jumlah yang besar, terutama dalam tumbuh-tumbuhan, berkisar antara 60-90%
dari bahan padatnya. Kegunaannya sangat luas dan meliputi berbagai bidang,
antara lain berbagai bahan pangan, sandang, bahan untuk keperluan kesehatan dan
obat-obatan. Pati, rayon, serat, kapas dan bermacam-macam gula adalah tergolong
senyawaan karbohidrat.1
Senyawa karbohidrat sangat
banyak jenisnya, mulai dari jenis yang molekulnya paling sederhana sampai jenis
yang molekulnya kompleks dengan berat molekul (massa molekul relatif) puluhan
atau ratusan ribu. Karbohidrat yang molekulnya paling sederhana juga ada
beberapa jenisnya. Kelompok karbohidrat yang sederhana disebut dengan
monosakarida. Monosalarida merupakan satuan dasar pembentuk jenis karbohidrat
lainnya yang lebih kompleks, yang oleh tumbuhan disintesis dengan proses reaksi
kategori kondensasi sehingga memungkinkan terjadinya ikatan berantai membentuk
polimernya. Kebalikan dari reaksi kondensasi, dalam hal ini adalah reaksi
hidrolisis, membentuk molekul-molekul monomernya (monosakarida).1
Glukosa merupakan produk akhir
metabolisme karbohidrat yang terpenting. Dalam bentuk glukosa lah, massa
karbohidrat makanan diserap ke dalam aliran darah, atau ke dalam bentuk glukosa
lah karbohidrat dikonversi di dalam hati, serta dari glukosa lah semua bentuk
karbohidrat lain di dalam tubuh dapat dibentuk. 4
Di samping sebagai sumber
energi utama yang digunakan untuk aktivitas fisiologis, karbohidrat juga ikut
berperan sebagai penyusun senyawa atau komponen biomolekul yang nantinya
berperan sebagai komponen dari sel maupun berbagai jaringan tubuh.
Glukosa tidak mengalami pencernaan sehingga dapat
diberikan secara langsung melalui pembuluh darah.1 Kadar normal
glukosa darah 100 mg% ( 1mg/ml ) dengan variasi 80-140 mg%. Glukosa yang
berlebihan jumlahnya dalam tubuh dapat dikeluarkan lewat urine sehingga
menimbulkan gejala glukosuria yaitu adanya glukosa dalam jumlah abnormal
tinggi. Sebenarnya dalam urine normal juga mengandung glukosa, tetapi kadarnya
sangat kecil yaitu 150-250 mg/d. Glukosa dalam keadaan yang kekurangan ( di
bawah normal ) juga dapat menyebabkan gangguan sistem biologis tubuh kita.
Salah satunya adalah hipoglikemia, yaitu keadaan dimana konsentrasi glukosa
dalam darah berkurang secara abnormal. Hipoglikemia dapat menimbulkan gemetar,
keringat dingin, piloereksi, hipotermia, dan sakit kepala. Apabila kronik dan
berat, dapat menyebabkan manifestasi susunan saraf pusat.4
Disakarida adalah glikosida yang alkoholnya merupakan
satu molekul monosakarida.1
Maltosa adalah disakarida turunan dari hidrolisis
parsial dari pati. Gula yang paling dikenal adalah gula pasir atau sukrosa. Sukrosa
diperoleh dari atau getah beberapa tanaman seperti tebu, bit dan pohon maple.
Molekul sukrossa ialah disakarida yang terdiri dari α-D-glukosa dan β-D-fruktosa.
1
Berdasarkan strukturnya,
hubungan antara glukosa dan fruktosa dalam sukrosa tidaklah lazim diantara
kelompok gula, karena ada hubungan itu mengakibatkan kedua jenis gula karena
hubungan itu mengakibatkan kedua jenis gula menjadi glikosida. Hidrolisis
sukrosa oleh asam atau enzim menghasilkan gula invert, yaitu campuran glukosa
dan fruktosa dengan jumlah mol yang sama.
Madu adalah sumber alam yang kaya akan gula
invert. Gula invert juga diproduksi secara niaga dan digunakan sebagai pemanis
dalam bentuk nonkristal. Manisnya gula invert dan gula pasir hampir sama,
karena glukosa kurang manis, tetapi fruktosa lebih manis dibanding sukrosa. Sebagai bahan pangan, sukrosa bernilai
kalori tinggi.1
Laktosa atau gula susu,
menyusun 5% dari susu sapi dan 7% dari air susu ibu. Laktosa murni diperoleh
dari whey (beningan sebagai hasil ikutan produksi keju). Laktosa tersusun atas
satu molekul D-galaktosa dan satu D-glukosa. Ikatan glikosida diantara gula
melibatkan karbon anometrik dari galaktosa, karena itu laktosa berupa suatu
galaktosida, bukan glukosida. Ikatan glikosida di antara bagian D-galaktosa dan
D-glukosa dari laktosa dapat diputus oleh anzim laktase. 2
Kekurangan laktase sering
dijumpai pada bayi keturunan bangsa arab, bangsa timur, dan Afrika. Orang Eropa
secara statistik tidak mengalami kekurangan. Penderita kekurangan laktase bila
mencerna laktosa akan mengalami kejang perut, pembentukan gas perut dan
mencret. Mengganti susuibu dengan susu sapi sapat menyebabkan gejala ini pada
bayi. Kekurangan laktaase biasanya lebih mempengaruhi orang dewasa dibanding
anak-anak karena produksi laktase menurun seiring dengan bertambahnya usia.1,2
Gula dapat dibedakan menjadi
gula pereduksi dan bukan pereduksi berdasarkan reaksinya terhadap Pereaksi
Benedict, Tollens dan Fehling. Apabila gula bisa dioksidasi oleh pereaksi ini, maka gula tersebut termasuk
gula pereduksi, begitu pula sebaliknya. 1
Hemiasetal dan hemiketal
teroksidasi oleh pereaksi Benedict dan Tollens. Banyak gula yang bersifat sama
terhadap pereaksi Benedict dan Tollens, seperti aldehida sederhana atau α-hidroksi keton. Jadi, gula
seperti D-glukosa dan D-fruktosa menghasilkan warna merah bata dengan pereaksi
Benedic, dengan pereaksi cermin memberikan warna cermin perak. Pereaksi lebih
bagus dibanding pereaksi Fehling, digunakan untuk menguji adanya glukosa dalam
air seni penderita diabetes. Uji glukosa yang positif (lebih dari 2% glukosa
dalam air seni) dinyatakan dari produksi endapan perak atau larutan merah. Pada
konsentrasi gula yang rendah, larutan uji yang biru berubah menjadi hijau atau
kuning. Gula pereduksi memberikan uji positif dengan
pereaksi Benedict dan Tollens. Gula nonpereduksi adalah gula yang tidak
memberikan uji positif. Uji
positif diperoleh apabila gula yang terbentuk hemiasetal dan hemiketalnya
berada dalam kesetimbangan dengan bentuk aldehida. Semua gula yang berbentuk
asetal atau ketal (baik disebabkan oleh pembentukan eter dari gugus hidroksi
hemiasetal dengan alkohol biasa atau pembentukan ikatan glikosida)
bersifat nonpereduksi.
Uji Benedict dan Tollens untuk
karbohidrat berlaku bagi gula sederhana. Polisakarida seperti amilosa
seharusnya adalah gula pereduksi, karena bentuk hemiasetal pada unit rantai
polisakarida terlalu panjang, jumlah gugus ujung dalam suatu contoh nisbi
sedikit sehingga kepositifan uji Benedict atau Tollens tidak kentara. Jadi,
polisakarida besar seperti pati atau selulosa pada umumnya bukan gula
pereduksi.2,3, 4
Gula sederhana yang dinamakan
monosakarida adalah polihidroksi aldehida (aldosa) atau keton (ketosa). Semua
gula memppnyai paling sedikit satu karbon asimetris. Segi penting dalam kimia
adalah stereokimia, yaitu yang berkaitan dengan kedudukan gugus suatu senyawa
di dalam ruang. Untuk senyawa yang mengandung satu karbon asimetri ada sepasang
stereoisomer. 2
Gula sederhana sering
berhubungan dengan gula lain melalui ikatan glikosida, membentuk disakarida
trisakarida dan seterusnya. Polisakarida adalah gugus gula yang mempunyai
banyak unit monosakarida. 2
Pati ialah polimer glukosa
dalam tumbuhan. Salah satu bentuk yang polimernya linier ialah amilosa, lainnya
berupa polimer bercabang yang disebut amilopektin. Glikogen adalah bentuk pati
dalam hewan, lebih bercabang dibanding amilopektin. 2
Selulosa adalah polimer lurus
dari glukosa, dibanding pati, selulosa lebih tahan terhadap hidrolisis. Banyak
polimer dari monosakarida lainnya dijumpai di alam dengan berbagai fungsinya,
dari pembentukan kulit keras pada kepiting (kitin0 sampai antikoagulan darah
(heparin). Gula pereduksi memberikan hasil positif berbentuk endapan merah
dengan pereaksi Benedict sedangkan dengan pereaksi Tollens memberikan cermin
perak. 1
Amilum deisebut juga dengan
pati. Sumber amilum adalah berasal dari tumbuhan yang mengandung klorofil.
Sintesis amilum oleh tumbuhan dengan bantuan klorofil dikenal sebagai reaksi
fotosintesis. Amilum terdapat hampir di semua bagian tumbuhan sebagai bahan
makanan cadangan. Biasanya terkumpul paling banyak pada tempat-tempat tertentu
dari tumbuh-tumbuhan, misalnya pada umbi akar (beras, gandum, jagung), pada
batang pohon (sagu) dan bercampur dengan zat-zat lain pada buah-buahan.
Kebanyakan amilum terdapat sebagai bahan makanan cadangan pada tumbuhan dalam
bentuk granula (butiran) yang spesifik dari masing-masing sumbernya. Amilum
merupakan kumpulan dua jenis polisakarida yang kemudian diberi nama amilosa dan
amilopektin. 1
Karbohidrat sebagai bahan
makanan cadangan (sumber energi) pada hewan adalah sekumpulan polisakarida yang
diberi nama glikogen. Polisakarida ini ditemukan terutama dalam hepar (1,5 –
4,0%) dan otot (0,5 – 1,0%). Struktur molekul polisakarida yang tergabung dalam
glikogen adalah mirip mirip dengan amilopektin. Bedanya molekul yang termasuk
glikogen adalah lebih besar (BM 1 – 4 juta) dan lebih banyak mengandung rantai
cabang (20 – 30 cabang) dari amilopektin. 1
Glikogen relatif lebih mudah
larut dalam air daripada amilum, disa,ping ada bagian yang membentuk dispersi
koloid. Dengan iodin, glikogen akan berwarna merah – coklat. Hidrolisis
glikogen dalam larutan asam akan menghasilkan glukosa tanpa sisa. Sedangkan
untuk penguraian glikogen dalam tubuh sampai menghasilkan glukosa diperlukan
beberapa jenis enzim. 2
Polisakarida-polisakarida yang
dikenal tergolong sebagai selulosa banyak ditemukan dalam dunia tmbuhan sebagai
penunjang struktur, pembangun kerangka dan pembentuk dinding sel tumbuhan bersama
zat-zat lain. Dalam ukuran kering, daun-daunan megandung kira-kira 15%
selulosa, pada kayuan terdapat 50%, dan kapas hampir seluruhnya selulosa.
2,3
Persentase kalori dari karbohidrat sama banyaknya dengan
jumlah dari karbohidrat itu sendiri dan glisemik load, setara pula dengan
jumlah dari kolesterol total di dalam tubuh, LDL-C dan HDL-C. Persentase
dari kalori di dalam karbohidrat relative tinggi jika dibandingkan dengan level
dari HDL-C. GL mempunyai asosiasi positif dari kolesterol total di dalam tubuh
dan level atau tingkatan dari LDL. Kemudian hal tersebut juga merupakan jumlah
asosiasi antara persentase dari kalori di dalam molekul karbohidrat dan level
atau tingkatan dari HDL-C. Derivate dari triasilgliserol dan level dari serum
HDL-C decrease diketahui dapat menimbulkan beberapa faktor resiko bagi tubuh.
Beberapa di antaranya adalah sindrom metabolisme (methabolisme syndrome) dan
penyakit diabetes militus.
Hubungan antara makana yang sangat banyak mengandung
karbohidrat beserta serum lemak terjadi dikarenakan oleh rekombinasi diateri
yang lebih mudah diterima oleh makanan jika dibandingkan dengan nutrient.
Korelasi atau hubungan makanan ber-FFQ atau makanan yang
mengandung kalori dengan asupan karbohidrat dikelompokkan ke dalam beberapa
kelompok makanan berkarbohidrat.Kelompok yang pertama adalah makanan yang
termasuk ke dalam golongan roti (white bread), kentang, nasi,permen, coklat,
chips, dan creakers. Dan minuman-minuman yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain adalah minuman ringan atau minuman dalam kemasan kaleng dan jus
buah. Sedangkan yang termasuk dalan kelompok yang kedua adalah makanan-makanan
atau minuman-minuman lain yang juga mengandung karbohidrat dengan jumlah
relative sedikit.
Kelebihan asupan karbohidrat dapat menimbulkan berbagai
macam penyakit. Konsumsi yang berlebih terhadap makanan yang mengandung banyak
pereduksi LCHF mempunyai efek atau pengaruh yang besar terhadap kondisi
psikologi atau kejiwaan, serta dapat menimbulkan berbagai macam penyakit
seperti obesitas atau kegemukan.
PENUTUP
A. SIMPULAN
Pada praktikum dengan
metode kasus kali ini, didapat simpulan mengenai kandungan cairan infus
tersebut melalui beberapa langkah sebagai berikut :
1. Dilakukan uji reaksi Molisch
untuk mengetahui apakah cairan infus tersebut mengandung karbohidrat secara
umum. Dan menurut percobaan yang dilakukan cairan infus tersebut positif
terhadap reaksi Molish, artinya cairan infus tersebut mengandung karbohidrat.
2. Kemudian untuk mengetahui lebih
spesifik apakah karbohidrat yang dikandung merupakan monosakarida atau
disakarida , dilakukan ujinreaksi Barfoed. Namun pada praktikumkali ini uji
reaksi Barfoed tidak dapat dilaksanakan.
3. Selanjutnya untuk mengetahui
apakah kandungan infus tersebut adalah gula pereduksi atau bukan, maka
dilakukan uji Bennedict dan uji Tollens, menurut percobaan yang dilakukan
cairan tersebut positif terhadap kedua uji tersebut.
4. Untuk mengetahui jenis gula
pereduksi yang dikandung oleh cairan infus tersebut, maka dilakukan uji
Selliwanoff. Ternyata cairan infus tersebut negatif terhadap uji Selliwanoff
(setelah di uji manjadi berwarna jingga muda), hal itu berarti cairan tersebut
tidak mengandung gugus keton/fruktosa, jadi cairan infus tersebut mengandung
gugus aldehid/glukosa.
5. Jadi melalui serangkaian
percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa cairan infus tersebut mengandung
glukosa.
B. Saran
Jika dimungkinkan, waktu praktikum
harap diperpanjang sesuai dengan banyaknya percobaan yang akan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. M. Suwandi, dkk. Kimia Organik: Karbohidrat, Lipid, Protein. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989.
2. Fessenden Ralph J. and Fessenden Joan S. Dasar-Dasar Kimia Organik. Jakarta : Binarupa
Aksara, 1997.
3. Wilbraham Antony, C and Matta Michael S. Kimia Organik dan Hayati. Bandung: ITB,
1992.
4.
Bagian Kimia
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Buku Ajar Kimia Keperawatan. Banjarbaru: UNLAM, 2009.
5. Yunsheng Ma, MD, Phd. Association between Carbohydrate Intake and Serum Lipids. Journal of the American
College of Nutrition
2006, Vol. 25, No. 2, 155-163.
6. Anwar T Merchant. Carbohydrate intake and HDL in a
multiethnic population. The Journal of the American College of Nutrition 2007;
85: 225-30.
7. Angela K Halyburton. Low and high-carbohydrate weight-loss diets have similar effects on
mood but not cognitive performance. The Journal of the American College of
Nutrition 2007; 86: 580-7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar